Bangjo.co.id
,
Jakarta
– Jaleswari Pramodhawardani menganggap ada sesuatu yang tidak beres dengan proposal revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menekankan pada isu masa bakti pensiun tentara. Dia sebagai kepala Laboratorium 45 menyampaikan hal tersebut.
mengevaluasi tiga pasal yang menjadi target
revisi UU TNI
tidak mengarah ke perubahan yang bersifat paradigmatis, tetapi lebih pada pendekatan praktis.
Jaleswari menyayangkan
DPR
Dan pihak berwenang tidak menyebutkan aspek-aspek seperti cara mengirim tentara, pengekangan kekuatan, serta ragam ancaman terhadap kedaulatan yang sering kali menjadi pertanyaan.
Mantan Deputi V Kantor Staf Presiden mencurigai bahwa Revisi UU TNI diperlukan untuk mengendapkannya agar TNI tidak merasa terganggu oleh Polri yang selama ini sering menerima berbagai keistimewaan di bawah pemerintahan lalu.
Kepada
Tempo
, Jaleswari menyebutkan potensi Presiden Prabowo Subianto untuk menggunakan TNI dalam pelaksanaan kekuasaanya. Dengan latar belakang militer yang solid, hal ini membawa Prabowo lebih dekat serta memiliki pemahaman mendalam tentang budaya militer.
Prabowo merupakan seorang jendral berbintang empat serta bekas Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, meskipun ia dipecat ketika rejim Orde Baru hancur pada tahun 1998 yang mengakhiri karir militernya sebagai perwira.
Menurut Jaleswari, gaya kepemimpinan Prabowo juga sering kali mencerminkan disiplin dan ketegasan yang khas dari latar belakang militernya. Aspek-aspek tersebut, menjadi konsekuensi bahwa Prabowo berpotensi mengandalkan militer dalam tata kelola pemerintahannya.
Bila Rancangan Undang-Undang Tentang TNI ini membuka jalan bagi peningkatan peranan militer selama lima tahun kedepan, maka DPR dipandang telah gagal menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat dengan cara mengontrol secara netral lewat fungsinya memantau. “Kalau hal tersebut sampai terwujud, mereka-lah yang akan pertama kali dimintakan tanggung jawab sebab kurang teliti saat menyerap aspirasi dari masyarakat sipil,” ujarnya saat dihubungi pada hari Rabu, tanggal 19 Maret 2025.
Walaupun mendapat penolakan dari koalisi masyarakat sipil, DPR tetap akan meloloskan rancangan revisi UU Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada hari Kamis, tanggal 20 Maret 2025. Anggota koalisi yang terdiri atas masyarakat sipil, yaitu Ardi Manto Adiputra, menyampaikan bahwa hasil perubahan dalam UU TNI ini mencerminkan kecendrungan DPR dan pemerintah untuk memperluas ruang gerak bagi tentara.
“Perubahan ini mencoba meniadakan dominansi kekuasaan sipil,” ujar Ardi saat konferensi video, Rabu, 19 Maret 2025. Menurut Ardi, hal tersebut tercermin dari revisi substansial beberapa butir dalam Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia. Salah satunya adalah Butir 47 yang membahas tentang posisi sipil yang bisa diambil oleh anggota TNI.
Pasal 47 ayat (2) dari Undang-Undang TNI versi lama menyebutkan bahwa ada 10 institusi non-militer yang boleh diisi oleh anggota tentara.
Namun, DPR dan pemerintah mengubah aturan tersebut. Ketentuan semula pada Pasal 47 ayat (1) dicabut. Selanjutnya, posisi sipil yang bisa ditempati oleh prajurit dipindahkan ke dalam ayat baru (1). Tak hanya itu, DPR dan pemerintah juga meningkatkan jumlah instansi sipil untuk para anggota TNI, yaitu dari sebelumnya 10 menjadi 14 kementerian atau badan lainnya.
Berikut adalah beberapa kementerian atau instansi terkait: Kantor yang mengurusi koordinasi sektor politik dan keamanan dalam negeri, serta bidang pertahanan termasuk Dewan Pertahanan Nasional; Sekretariat Negara yang bertugas dengan Urusan Sekretaris Presiden dan Sekretariat Militer Presiden, serta Badan Intelijen Negara.
Selanjutnya, siber dan atau kode militer negara, institusi ketahanan nasional, satuan tugas SAR nasional, badan anti-narkoba nasional, otoritas pengawas perbatasan, unit tanggap bencana, tim antiterror, kepolisian laut, Kejaksaan Republik Indonesia, serta Mahkamah Agung.
Ardi khawatir perluasan jabatan sipil tersebut akan mengembalikan peran militer semakin meluas dan mereduksi supresmasi sipil dan demokrasi. “Ini yang kami katakan sebagai kembalinya dwifungsi militer,” kata Direktur Imparsial ini.
DPR Pastikan Fungsi Ganda TNI Tak Berulang Lagi
Puan Maharani, Ketua DPR, memastikan bahwa sistem dwifungsi di TNI tidakakan muncul lagi melalui rancangan undang-undang itu. Dia tegas menyatakan bahwa revisi UU TNI mensyaratkan anggota aktif harus mundur jika mereka menduduki posisi di luar kementerian atau lembaga tertentu yang telah ditunjuk.
“Bila nanti tidak lagi menjabat sebagai anggota-anggota tersebut, tentara yang masih aktif wajib mengundurkan diri. Hal ini telah ditetapkan dengan tegas dalam perubahan Undang-Undang Tentang TNI,” ujar Puan di gedung DPR, Senayan pada hari Senin, tanggal 17 Maret tahun 2025.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas membantah klaim Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan telah meminta percepatan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Supratman menggarisbawahi bahwa ide untuk merumuskanRUU TNI datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada masa jabatan sebelumnya.
”
Ini sebenarnya tidak berkaitan dengan Pak Prabowo ataupun presiden yang meminta. Inilah sebuah usulan oleh DPR dari masa jabatan sebelumnya, bukan merupakan ide dari pihak pemerintahan,” jelasnya ketika ditemui para jurnalis di komplek parlemen, Jakarta Pusat, pada hari Selasa, tanggal 18 Maret 2025.
Andi Adam
dan
Hanin Marwah
bersumbang dalam penyusunan artikel ini.