Polemik Seputar Royalti, Ariel NOAH: Kebiasaan Lama vs Ide Baru

Scroll Untuk Lanjut Membaca


Bangjo.co.id–

Ariel dari grup musik NOAH membahas tentang keadaan industri hiburan setelah munculnya berbagai masalah terkait royalti.

Sekarang ini, sektor hiburan di Indonesia, khususnya bidang musik, sedang berurusan dengan masalah yang berkaitan dengan sistem royalti untuk artis dan penulis lagu.

Ariel dari NOAH menyatakan bahwa kekacauan dalam hal royalti disebabkan oleh adanya modifikasi pada jalannya proses atau sistimnya.

“Banyak orang masih tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Kami, mereka yang bekerja dalam industri hiburan, memiliki tradisi lama yang telah berjalan cukup waktu, dan kemudian muncullah saran baru,” jelas Ariel seperti dilansir dari saluran YouTube StarPro pada hari Senin (17/3/2025).

“Nah, setelah muncul saran terbaru tersebut, tentunya kita harus bertanya, orang mana yang seharusnya kita ikuti, begitu bukan,” tambah Ariel.

Ariel menyinggung tentang adanya tradisi lama yang sudah bertahan cukup lama di sektor tersebut, dan saat ada ide segar yang ditawarkan, pihak-pihak terkait dalam industri itu cenderung ingin mendapatkan petunjuk jelas tentang regulasi apa saja yang harus dipatuhi.

Akibatnya, mereka mencoba berkonsultasi dengan otoritas yang tepat, yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), guna memperoleh penjelasan yang lebih rinci tentang ketentuan-ketentuan tersebut.

“Nah, atas dasar itu, mari kita tanyakan kepada otoritas terkait, karena menurut kami, yang paling menguasai tentang pasal-pasal tersebut adalah MK,” kata Ariel NOAH.

Sebelumnya, Ariel dari NOAH beserta teman-temannya yang menjadi bagian dari organisasi musisi VISI telah menyerahkan kasus perkara materi ke Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Ariel menyatakan bahwa tujuan dari usaha tersebut adalah untuk mendapatkan penyelesaian paling optimal dengan mempertimbangkan seluruh opsi yang ada.

Dua puluh sembilan artis terkenal di Indonesia telah mengajukan tuntutan uji substansi UU Hak Cipta kepada Mahkamah Konstitusi atau MK.

Berdasarkan laman resmi Mahkamah Konstitusi, petisi yang menentang UU No. 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta diserahkan pada hari Jumat, tanggal 7 Maret 2025.

Berdasarkan informasi tersebut, kasus yang diajukan didaftarkan dengan nomor registrasi 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.

Ada lima ketentuan dalam Undang-Undang Hak Cipta yang diserukan oleh Ariel dkk.; Ketentuan Pasal 9 bab III, Pasal 23 bagian V, Pasal 81, Pasal 87 butir I, serta Pasal 113 paragraf II.

Satu aspek krusial yang menjadi perdebatan adalah cara kerja dan prosedur performing rights di Undang-Undang Hak Cipta.

Sebelumnya, permasalahan royalti dalam industri musik Indonesia memang sudah lama ada.

Sudah sejak dulu, para seniman bergulat dengan kesulitan untuk menerima hak finansialnya dengan baik.

Mekanisme bagi hasil royalti yang dianggap kurang jelas serta kekurangan pengetahuan tentang hak cipta merupakan sebagian dari faktor-faktor utama masalah tersebut.

Bahkan, sejumlah seniman terkenal seperti Yon Koeswojo dan Didi Kempot dicurigai tak pernah menikmati keuntungan dari royalti karena adanya skema pembelian hak lengkap yang dilakukan oleh label musik.

Di tahun 2021, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 56 terkait Manajemen Royalti dari Lagu atau Musik guna mendukung UU No. 28 Tahun 2014 yang berfokus pada Aspek Hak Cipta.

Akan tetapi, penerapannya dalam praktik masih menemui sejumlah hambatan.

Satu masalahnya adalah cara manajemen royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), hal ini memicu keraguan di antara para musisi.

Kejernihan dalam penanganan royalti, pendidikan tentang hak kekayaan intelektual, serta penyempurnaan peraturan yang mendukung para artis merupakan tindakan krusial untuk membentuk lingkungan bisnis musik yang lebih adil dan lestari.